Jika kita melihat dunia dari kacamata pengembara, maka kita
akan menemukan dunia yang begitu luas. Begitu juga ketika kita melihat dunia
lewat teropong ilmu pengetahuan, maka yang akan kita dapati adalah dunia dengan
sejuta misteri. Namun jika melihat dunia lewat jendela teknologi, maka persepsi
kita tentang dunia mungkin persis seperti yang pernah diucapkan oleh pepatah,
“Dunia tak selebar daun kelor.”
Teknologi memang menjadikan segalanya begitu mudah dan
mengasyikkan. Dengan adanya pesawat terbang yang menjadikan benua yang satu
dengan benua lain seperti tetangga dekat. Atau kalau kita internet-an maka kita akan merasakan dunia berada di
depan mata kita. Belum lagi handphone ditangan, maka dunia akan berada dalam
genggaman kita. Kita hanya perlu menelepon seseorang di seberang samudera lalu
dalam hitungan detik kita sudah berada disana, bercengkrama atau mungkin juga
bercinta.
Namun
teknologi menyuguhkan dualisme yang saling bertentangan. Teknologi menjadikan
segalanya menjadi mudah namun disisi lain menjadikan kita semakin jauh
tenggelam dalam kehidupan sehingga sering kali kita lupa ada sesuatu yang
selama ini luput dari perhatian, sesuatu yang bernama Tuhan. Bahkan tidak
sedikit pula teknologi menjadikan orang begitu percaya diri dan lantas
menuhankan otaknya. Banyak orang mulai menuhankan logika dan menganggap semua
yang ganjil dan nggak bisa diterima logika adalah bullshit.
Silahkan
buka browser internet dan perhatikan jarak antara kebaikan dan keburukan hanya
dipisahkan oleh satu sentuhan halus berbunyi,”Klik!”. Dengan teknologi pula
sebuah negara dapat dibumi hanguskan hanya dalam waktu beberapa jam. Teknologi
menjadikan manusia sebagai penguasa karena itu kita sering tergelincir pada
keangkuhan dan bahkan tidak jarang melupakan Tuhan. Kita sering lupa bahwa
sesungguhnya tubuh kita sendiri memiliki jaringan dan mekanisme tubuh yang
rumit, yang sampai sekarang pun, tidak seorang ilmuwan pun mampu untuk sekedar
meniru dengan persis. Ketika sebuah robot buatan Honda diperkenalkan beberapa
waktu lalu yang kemudian di daulat sebagai robot tercanggih adalah buktinya.
Secanggih apapun robot tersebut ia tidak bisa melalukan hal yang selama ini
kita anggap sepele, yaitu buang air besar!
Sisi lain
negatif dari teknologi adalah kecenderungannya menjadikan manusia bukan sebagai
manusia, tapi sebagai mesin. Teknologi menjadikan dunia industri tumbuh dan
berkembang dengan subur, dan yang menjadi ciri khas dunia industri adalah
menempatkan manusia jauh dari kebutuhan sebagai manusia. Manusia memerlukan
interaksi namun yang terjadi di negara industri adalah individualisme yang
begitu tinggi. Kontras sekali dengan negara agraris yang masing-masing
individunya terikat satu sama lain. Jangan pernah berharap ada gotong
royong pada negara industri karena prinsip mereka yang take and give. “Saya
akan memberikan sesuatu, tapi apa yang bisa saya dapat setelah itu?” kira-kira
begitu illustrasinya.
Tapi bukan berarti kita harus mengharamkan teknologi, hanya
saja bagaimana menjadikan kita yang menguasai teknologi, bukan sebaliknya,
teknologi menguasai kita. Karena sering kita membeli handphone bukan atas dasar
kekuasaan kita untuk memenuhi kebutuhan, tapi karena kekuasaan handphone yang
berkata “tanpa handphone, kamu seperti
hidup di zaman purba”.