Sabtu, 28 Februari 2015

Teropong

Jika kita melihat dunia dari kacamata pengembara, maka kita akan menemukan dunia yang begitu luas. Begitu juga ketika kita melihat dunia lewat teropong ilmu pengetahuan, maka yang akan kita dapati adalah dunia dengan sejuta misteri. Namun jika melihat dunia lewat jendela teknologi, maka persepsi kita tentang dunia mungkin persis seperti yang pernah diucapkan oleh pepatah, “Dunia tak selebar daun kelor.”



Teknologi memang menjadikan segalanya begitu mudah dan mengasyikkan. Dengan adanya pesawat terbang yang menjadikan benua yang satu dengan benua lain seperti tetangga dekat. Atau kalau kita internet-an maka kita akan merasakan dunia berada di depan mata kita. Belum lagi handphone ditangan, maka dunia akan berada dalam genggaman kita. Kita hanya perlu menelepon seseorang di seberang samudera lalu dalam hitungan detik kita sudah berada disana, bercengkrama atau mungkin juga bercinta.



Namun teknologi menyuguhkan dualisme yang saling bertentangan. Teknologi menjadikan segalanya menjadi mudah namun disisi lain menjadikan kita semakin jauh tenggelam dalam kehidupan sehingga sering kali kita lupa ada sesuatu yang selama ini luput dari perhatian, sesuatu yang bernama Tuhan. Bahkan tidak sedikit pula teknologi menjadikan orang begitu percaya diri dan lantas menuhankan otaknya. Banyak orang mulai menuhankan logika dan menganggap semua yang ganjil dan nggak bisa diterima logika adalah bullshit.



Silahkan buka browser internet dan perhatikan jarak antara kebaikan dan keburukan hanya dipisahkan oleh satu sentuhan halus berbunyi,”Klik!”. Dengan teknologi pula sebuah negara dapat dibumi hanguskan hanya dalam waktu beberapa jam. Teknologi menjadikan manusia sebagai penguasa karena itu kita sering tergelincir pada keangkuhan dan bahkan tidak jarang melupakan Tuhan. Kita sering lupa bahwa sesungguhnya tubuh kita sendiri memiliki jaringan dan mekanisme tubuh yang rumit, yang sampai sekarang pun, tidak seorang ilmuwan pun mampu untuk sekedar meniru dengan persis. Ketika sebuah robot buatan Honda diperkenalkan beberapa waktu lalu yang kemudian di daulat sebagai robot tercanggih adalah buktinya. Secanggih apapun robot tersebut ia tidak bisa melalukan hal yang selama ini kita anggap sepele, yaitu buang air besar!

Sisi lain negatif dari teknologi adalah kecenderungannya menjadikan manusia bukan sebagai manusia, tapi sebagai mesin. Teknologi menjadikan dunia industri tumbuh dan berkembang dengan subur, dan yang menjadi ciri khas dunia industri adalah menempatkan manusia jauh dari kebutuhan sebagai manusia. Manusia memerlukan interaksi namun yang terjadi di negara industri adalah individualisme yang begitu tinggi. Kontras sekali dengan negara agraris yang masing-masing individunya terikat satu sama lain. Jangan pernah berharap ada gotong royong pada negara industri karena prinsip mereka yang take and give. “Saya akan memberikan sesuatu, tapi apa yang bisa saya dapat setelah itu?” kira-kira begitu illustrasinya.


Tapi bukan berarti kita harus mengharamkan teknologi, hanya saja bagaimana menjadikan kita yang menguasai teknologi, bukan sebaliknya, teknologi menguasai kita. Karena sering kita membeli handphone bukan atas dasar kekuasaan kita untuk memenuhi kebutuhan, tapi karena kekuasaan handphone yang berkata “tanpa handphone,  kamu seperti hidup di zaman purba”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar